LRNews Online

your daily online magazine

Archive for Maret 2010

Bawaslu Persoalkan Pencalonan Anggota Panwaslu

leave a comment »

Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini

Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini

Dinilai melanggar asas kemandirian dalam proses pencalonan anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi, Kabupaten/Kota, hingga kecamatan, Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu.

Nur Hidayat Sardini, Wahidah Suaib, Agustiani Tio Fridelina Sitorus, Bambang Eka Cahya Widodo, Wirdyaningsih, anggota Bawaslu diwakili oleh kuasa hukumnya, Bambang Widjojanto mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 93, Pasal 94 ayat 1, Pasal 94 ayat 2, Pasal 95, Pasal 111 ayat 3, dan Pasal 112 ayat 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu (UU Penyelenggaraan Pemilu).

Menurut Bambang Widjojanto, pasal-pasal di UU Penyelenggaraan Pemilu itu dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1, dan Pasal 22E ayat 5 UUD 1945.

Lebih lanjut dikatakan Bambang, Pasal 93, Pasal 94 ayat (1) dan (2) serta Pasal 95 bertentangan dengan Pasal 22E ayat (5) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena calon anggota Panwaslu Provinsi, Kabupaten/Kota diusulkan oleh KPU Provinsi, Kabupaten/Kota. “Prosedur rekrutmen sedemikian potensial dikualifikasi sebagai tidak mandiri,” tandas Bambang.

Ia juga mengungkapkan, Pasal 93, Pasal 94 ayat (1) dan (2) serta Pasal 95 menunjukkan Bawaslu maupun Panwaslu Kabupaten/Kota tidak memiliki kemandirian untuk menentukan sendiri calon anggota Panwaslu Provinsi, Kabupaten/Kota serta Panwaslu Kabupaten/Kota juga tidak punya kemandirian dalam menentukan anggota Panwaslu Kecamatan karena calon anggota Panwaslu dimaksud diusulkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Selain itu, proses rekrutmen tersebut juga potensial dikualifikasi sebagai telah melanggar asas profersional dan akuntabel.

Proses pencalonan anggota Panwaslu baik provinsi, kabupaten/kota, hingga kecamatan yang demikian dinilai para anggota Bawaslu tidak sesuai dengan prinsip penyelenggaraan yang mandiri sesuai dengan Pasal 2 huruf a UU Penyelenggaraan Pemilu.

Padahal, baik Bawaslu maupun Panwaslu bertugas untuk menyawasi penyelenggaraan dan penyelenggara pemilu.

Sidang uji materi UU Penyelenggaraan Pemilu di Mahkamah Konstitusi pada Senin (8/3) mengagendakan pemeriksaan perbaikan permohonan oleh panel majelis hakim konstitusi yang terdiri dari Ahmad Fadlil Sumadi, M. Akil Mochtar (Ketua Panel), dan Hamdan Zoelva.

Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini mengatakan, sebagai lembaga pengawas penyelenggaraan dan penyelenggara pemilu seharusnya orang-orang yang duduk di dalamnya tidak terkontaminasi kepentingan-kepentingan tertentu. Salah satu cara untuk menjamin agar kemandirian dan profesionalitas bisa terjaga adalah dengan meminimalisir hal itu mulai dari proses rekrutmen. Bila di proses rekrutmen yang mengusulkan calon anggota Panwaslu saja adalah KPU, tentu hal ini berpotensi untuk melanggar asas kemandirian pemilu.

Apalagi dalam proses rekrutmen calon anggota tersebut dilakukan oleh KPU Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Hal ini dinilai bisa menimbulkan peluang untuk tidak independen dan para calon anggota yang terpilih tadi dikhawatirkan membawa kepentingan KPU nantinya.

Dewan Kehormatan KPU
Sementara itu Pasal 111 ayat (3) dan Pasal 112 ayat (3) UU Penyelenggaraan Pemilu yang juga diajukan uji materi di MK dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Hal itu, menurut Bambang Widjojanto, dikarenakan jumlah dan komposisi Dewan Kehormatan KPU yang mayoritas berasal dari Anggota KPU itu sendiri dianggap berpotensi menciptakan proses pemeriksaan di dalam Dewan Kehormatan yang dapat mengarah pada perlindungan korps KPU. Proses tersebut dinilai tidak saja menjadi tidak obyektif melainkan juga melanggar prinsip jujur dan adil serta non diskriminatif.

Komposisi Dewan Kehormatan KPU dan KPU Provinsi tersebut dinilai bisa bertentangan dengan sifat dan asas kemandirian penyelenggaraan pemilu. Padahal penyelenggaraan Pemilu yang mandiri, akuntabel dan profesional meliliki implikasi langsung maupun tidak langsung pada terpenuhinya hak atas jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil.

Komposisi tersebut, menurut Bambang, dianggap melanggar prinsip penting di dalam sistem pemilu yang dianut internasional yang mengharuskan adanya compliance with and enforcement of electoral law yang baik. Bilamana komposisi Dewan Kehormatan KPU dan KPU Provinsi dibandingan dengan Dewan Kehormatan Badan Pengawas Pemilihan Umum maka ada perbedaan yang cukup signifikan, masih menurut Bambang, maka dapat dikualifikasi sebagai terjadi diskriminasi dalam pengaturan Dewan Kehormatan di KPU dan Badan Pengawas Pemilihan Umum, padahal keduanya adalah suatu lembaga penyelenggara pemilu yang dijamin kemandiriannya.

Written by lrnewsonline

8 Maret 2010 at 05:49

Ditulis dalam Constitution, HOTNEWS

Pesta Itu Telah Usai?

leave a comment »

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyelesaikan penggunaan hak angket atas dugaan adanya skandal dalam kebijakan bailout 6,7 triliun rupiah pada Bank Century. Pada 3 Maret lalu, 325 anggota DPR menilai, kebijakan pemberian dana talangan berupa fasilitas pinjaman jangka pendek dan penyertaan modal di Bank Century tidak tepat, dan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab harus diteruskan ke ranah hukum. Setelah itu, Presiden SBY dan Wapres Boediono bereaksi bahwa apa yang dilaksanakan kala itu adalah tepat dan terbukti bisa mencegah negeri ini dari kehancuran ekonomi. Kebijakan tidak bisa dipidanakan.

Bila demikian adanya, pidato presiden maupun wapres itu dapat ditafsirkan penegasan bahwa rekomendasi DPR tidak serta merta membuat pihak-pihak yang disebut DPR langsung bersalah. Ada pula penafsiran dari sebagian kalangan pidato tersebut sebagai salah satu intervensi terhadap yudikatif. Pasalnya, ada semacam penekanan agar aparat penegak hukum berhati-hati terhadap rekomendasi DPR tersebut. Oleh karenanya aparat penegak hukum harus membuktikan keprofesionalan dan independensi mereka.

Pakar hukum tatanegara Yusril Ihza Mahendra dalam sebuah kesempatan berpandangan, rekomendasi DPR memang merupakan proses politik, namun dari proses itu telah banyak diungkap bagaimana kebijakan tersebu bisa muncul serta bagaimana dugaan adanya kerugian negara. Rekomendasi ini sudah seharusnya dipergunakan oleh aparat penegak hukum untuk memeriksa pihak-pihak yang telah disebut oleh DPR.

Komisi Pemberantasan Korupsi/KPK telah melakukan proses hukum terhadap kasus Century, namun lembaga ini memilih untuk memeriksa pihak-pihak internal Bank Century maupun Bank Indonesi meski belum ke petingginya. Masyarakat tentu masih ingat Robert Tantular, salah satu pemegang saham Bank Century, karena telah melakukan kejahatan perbankan. Dihukumnya Robert ini tak bisa dilepaskan dari peran mantan wapres Jusuf Kallah bereaksi cepat.

Melihat fakta hukum itu, tentu KPK harus lebih cepat bertindak. Bila pemiliknya saja sudah diputus bersalah, tentu akan semakin memudahkan KPK dalam mengungkapkan mega skandal Century itu.

Butuh jiwa besar dan profesionalitas untuk menindaklanjuti temuan DPR itu. Jangan sampai pansus Century yang menghabiskan dana 2,5 miliar rupiah benar-benar sesuai dengan harapan rakyat.

Written by lrnewsonline

6 Maret 2010 at 13:04

Ditulis dalam Editorial

Paripurna Putuskan Opsi C

leave a comment »

Setelah sempat diskors sekitar tujuh jam, akhirnya rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu (3/3) berakhir dengan voting. Lobi politik yang terjadi sebelumnya hanya berhasil untuk memunculkan alternati pilihan penggabungan opsi A dan C. Sebagaimana kita ketahui panitia khusus hak angket kasus dana talangan pada Bank Century telah memunculkan dua alternatif pilihan rekomendasi DPR, yakni Opsi A dan C. Opsi A menyatakan kebijakan Penyertaan Modal Sementara (PMS) dan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) sudah tepat dan sesuai aturan. Sedangkan Opsi C, kebijakan PMS dan FPJP pada Bank Century maupun penyalurannya diindikasikan ada penyelewengan dan oleh karenanya pada pihak-pihak yang bertanggung jawab harus ditindaklanjuti secara hukum. Sementara untuk opsi A dan C yang muncul paska rehat selama tujuh jam disinyalir merupakan cara untuk meredam suara-suara dari anggota fraksi partai-partai koalisi yang sudah condong ke opsi C. Apalagi saat penyampaian pandangan akhir, Fraksi PAN dan PPP terkesan belum jelas sikapnya.

Pemunculan opsi gabungan tersebut tentu mendapat reaksi keras, sehingga pimpinan sidang mengadakan voting untuk pemilihan alternatif pertama (opsi A dan C) dan alternatif dua (opsi A, C, dan A+C). Voting pertama ini akhirnya memenangkan alternatif pertama. Setelah diskors kembali sepuluh menit, voting kedua digelar. Akhirnya anggota DPR yang memilih opsi C lebih banyak. Sebanyak 325 anggota memilih opsi C dan 212 anggota memilih opsi A. Kejutan dalam voting kedua ini berasal dari PPP yang berbalik mendukung opsi C. Sebanyak 32 anggota Fraksi PPP memilih opsi C.

Suara PKB pun tidak bulat. Lily Wahid, anggota Fraksi PKB, memilih opsi C. Adik kandung Gus Dur tersebut bahkan menyatakan sebenarnya banyak teman-temannya yang memilih opsi C, namun lantaran takut direcall maka mereka menurut untuk memilih opsi A.

PAN yang menurut Drajad Wibowo memiliki opsi lain selain A dan B, ternyata harus tunduk pada titah pimpinannya dan malah mendukung opsi A.

Setelah hasil akhir paripurna memilih opsi C, kemudian ada usulan untuk membuat tim kecil yang mengawal rekomendasi DPR ini. Rekomendasi politik ini dikawal ketika masuk di ranah hukum. Komisi Pemberantasan Korupsi / KPK sendiri telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak yang terkait dengan kasus Century.

Kini, beredar kabar tentang pelaksanaan reshuffle kabinet semakin dipercepat paska paripurna. Bila ini menjadi kenyataan, tentu rakyat akan semakin mahfum bila orientasi elit politik negeri ini hanyalah kekuasaan dan kursi semata.

Written by lrnewsonline

3 Maret 2010 at 17:28

Ditulis dalam Citizen Journalism